Sunday, April 8, 2012

pengumpulan naskah al-qur’an

Nama : Ana Masruroh
NIM   : B05211057



a.    pengertian pembukuan al-qur’an
yang dimaksud dengan pengumpulan qur’an (jam’ul qur’an)oleh para ulama adalah salah satu dari dua pengertian berikut:
pertama: pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam hati). jumma’ul qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya orang, orang yang menghafalkannya di dalam hati). Inilah makna yang dimaksud dalam firman Allah kepada nabi, nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan dan lidahnya untuk membaca al-qur’an ketika al-qur’an itu turun kepadanya sebelum jibril selesai membacakannya karena ingin menghafalnya:
لا تحرك به لسانك لتعجل به , إن علينا جمعه وقرانه, فاذا قراناه فاتبع قرانه, ثم ان علينا بيانه – القيامة: 19- 16-
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat(menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya.” (Al-qiyamah [75]:16-19).
kedua: pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan qur’an semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surat, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.(Drs. mudzakir AS,2009:178)
b.    sejarah pembukuan al-qur’an
 pada mulanya al-qur’an hanya dibaca (dilafadhkan) karena hafal dan dilafalkan dalam ingatan para sahabat karena keterbatasan Nabi sendiri untuk menulis dan membaca tulisan (ummiy).
Sebelum perang Badar sedikit sekali sahabat nabi yang bisa membaca dan menulis tulisan arab, baik dari golongan muhajirin maupun anshar. Kecuali setelah kemengan umat islam terhadap orang kafir dalam peperangan Badar, mereka yang tertawan oleh pasukan atas kebijaksanaan Nabi setelah bermusyawarah dengan beberapa sahabat besar diambil suatu keputusan bahwa seorang tawanan perang Badar dapat dibebaskan apabila ia dapat mengajar baca tulis Arab terhadap 10 orang muslim. Semenjak itu perkembangan baca tulis dikalangan umat islam mulai pesat.
Ketika nabi masih di Makkah para penulis wahyu sangat terbatas sekali. Diantara para penulis wahyu dikota ini adalah Zaid bin tsabit, Abu bakar, Ali bin abi thalib, Ustman bin affan. Sedangkan di Madinah penulis wahyu semakin banyak, yang termasyhur diantara mereka selain yang berasal dari Makkah tersebut diatas  ditambah lagi dengan Ubay bin ka’ab, Abdullah bin mas’ud, Muawiyah bin abi sufyan.
Pada zaman nabi, Zaid bin tsabit pula yang diperintahkan oleh nabi untuk menghimpun ayat-ayat al-qur’an yang berserakan menjadi suatu surat menurut penjelasan nabi dan dia pula yang menulis surat nabi kepada pihak lain termasuk golongan syi’ah yang diperintahkan oleh nabi untuk mengerjakan pekerjaan seperti pekerjaan Zaid adalah Ali bin abi thalib.
Apa yang ditulis oleh Zaid dihadapan nabi ia pun menghafalnya ketika sampai dirumahnya. Para penulis al-qur’an selain menulis ayat-ayat untuk nabi, juga menulisnya untuk dirinya sendiri.
Diantara mereka yang terbanyak menulis ayat adalah Zaid bin tsabit dan Mu’awiyah bin abi sufyan. Apa yang mereka tulis belumlah merupakan mushaf kecuali lembaran-lembaran lepas yang diikat dengan tali.
Khalifah Abu bakar as-shidiq adalah sahabat yang memprakarsai untuk menghimpun catatan itu dengan pertimbangan bahwa setelah peperangan Yamamah peperangan yang dirancang oleh Abu bakar untuk memerangi orang islam yang murtad, atas kondisi yang demikian sahabat”Umar bin khatab mengusulkan agar khalifah mau menghimpun catatan al-qur’an dan menuliskannya kembali dalam suatu mushaf. Kholifah Abu bakar sempat menolak usulan ini, karena rasulullah tidak pernah melakukan hal demikian. Akan tetapi demi kemaslahatan umat dan masa depan mereka, maka kemudian usulan itu diterima dan khalifah memanggil Zaid bin tsabit untuk menulisnya. (studi islam IAIN sunan ampel Surabaya,2010:32-34)
Tugas menghimpun al-qur’an itu dilaksanakan oleh Zaid bin stabit dan timnya dalam waktu kurang lebih satu tahun yakni  antara sesudah terjadi perang yamamah dan sebelum wafat Abu bakar. Dengan demikian tercatatlah dalam sejarah bahwa Abu bakar sebagai orang pertama yang menghimpun al-qur’an dalam suatu mushaf  dan umar adalah orang pertama yang mempunyai ide menghimpun Al-qur’an dan Zaid bin tsabit sebagai orang pertama yang melaksanakan penulisan dan penghimpunan al-qur’an dan suatu mushaf.
Mushaf al-qur’an karya Zaid bin tsabit dan kawan-kawan itu disimpan Abu bakar . Setelah Abu bakar wafat, mushaf tersebut disimpan oleh Umar bin khatab. Sebelum wafat, Umar berpesan kepada putrinya Hafsah agar menyimpan mushaf al-qur’an itu. Amanat tersebut diberikan kepada Hafsah dengan pertimbangan bahwa Hafsah adalah isteri Nabi Muhammad saw yang hafal al-qur’an dan pandai baca tulis. (MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya,2011: 42)


c.    Pengumpulan al-qur’an pada masa nabi saw.
Pengumpulan Al-qur’an  karim terbagi dalam dua periode; (1) Perode Nabi SAW dan (2) periode khulafaur rasyidin. Masing masing periode tersebut mempunyai beberapa ciri dan keistimewaan.
    Istilah pengumpulan kadang-kadang dimaksud dengan penghafalan dalam hati, dan kadang-kadang pula dimaksudkan dengan penulisan dan pencatatan dalam lembaran-lembaran.
    Pengumpulan al-qur’an dimasa nabi ada 2 kategori:
1.    pengumpulan al-qur’an dalam dada
Al-qur’anul karim turun kepada nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis. Karena itu perhatian nabi hanyalah dituangkan untuk sekedar menghafal dan menghayatinya, agar ia dapat menguasai al-qur’an persis sebagaimana halnya al-qur’an yang diturunkan. setelah itu ia membacakannya kepada orang-orang dengan begitu terang agar merekapun dapat menghafal dan memantapkannya.   Yang jelas adalah bahwa Nabi seorang yang ummi dan diutus Allah dikalangan orang-orang yang ummi pula.  Allah berfirman:

هو الذى بعث فى الامين رسولا منهم, يتلوا عليهم ايته, ويزكيهم ويعلمهم الكتب والحكمة. سورة الجمعة: 2
“Dia yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka yang membacakan ayat-ayatnya kepada mereka, mensucikan mereka dengan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmahnya. (Al-jumu’ah ayat 2)

Para sahabat banyak terkenal hafal al-qur’an dan rasulullah SAW telah membakar semangat mereka untuk menghidupkan semangat menghafal al-qur’an. Mereka diutus ke seluruh pelosok kota dan kampong untuk mengajar dan membacakan kepada penduduknya, sebagaimana halnya kala sebelum hijrah. Ia mengutus Mus’ab bin umair dan Ibnu ummi maktum ke Madinah supaya keduanya mengajarkan islam dan mengajarkan al-qur’an dan mengutus mu’adz bin jabal ke Makkah sesudah hijrah untuk menghafal dan mengajarkan al-qur’an, dan dari itu penghafal penghafal al-qur’an pada masa kehidupan rasul tidak terhitung.
Sudah menjadi ciri khas bagi umat Muhammad bahwa kitab suci al-qur’an bisa dihafal dalam hati. Dalam menukilnya berpedoman dalam hati dan dada, tidak cukup hanya dengan berdasarkan tulisan dalam bentuk lembaran dan catatan karena al-qur’an telah dipelihara oleh Allah dengan berupa pertolongan ilahi dengan mudah menghafalnya.

2.    Pengumpulan dalam bentuk tulisan
Keistimewaan yang kedua dari al-qur’anul karim ia pengumpulan dan penulisannya dalam lembaran. Rasulullah mempunyai beberapa orang sekertaris wahyu. Setiap turun ayat al-qur’an beliau memerintahkan kepada mereka menulisnya, untuk memperkuat catatan dan dokumentasi dalam kehati-hatian beliau terhadap kitab Allah ‘Azza wa jalla, sehingga penulisan tersebut dapat melahirkan hafalan dan memperkuat ingatan.
Penulisan-penulisan tersebut adalah sahabat pilihan yang dipilih oleh rasul dari kalangan orang yang terbaik dan indah tulisannya agar mereka dapat mengemban tugas yang mulia ini. Diantara mereka adalah Zaid bin tsabit, Ubay bin ka’ab, Muadz bin jabal, Muawiyah bin abi sufyan, Khulafaur rasyidin dan sahabat-sahabat lain. (Mohammad aly ash shabuny,1996: 81-85)

d.    Metode penulisan al-qur’an

Mereka menulis al-qur’an pada pelepah-pelepah kurma, bebatuan tipis kulit kayu dan tulang tulang onta dan lain sebaginya. Hal  itu karena pembuatan kertas belum tersebar diarab, tidak sebagai mana di persi dan Romawi walaupun tidak tersebar secara meluas.
Bangsa Arab menulisi al-qur’an pada apa saja yang mereka dapati dan memungkinkan. Diriwayatkan dari Zaid bin tsabit, bahwasannya ia berkata : Pada zaman rasulullah kami menyusun al-qur’an pada kulit-kulit kayu, demi teraturnya ayat-ayat sebagaimana yang disarankan nabi dan diperintahkan oleh Allah.
Oleh karena itulah, maka para ulama’ sepakat bahwa penghimpunan al-qur’an bersifat eksekutif, yakni bahwa metode penyusunan al-qur’an sebagaimana yang kita lihat pada mushahif sekarang adalah berdasarkan perintah dan wahyu dari Allah 
Dan telah ditegaskan, bahwa Jibril setelah menurunkan satu ayat kemudian berkata: Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah memerintahkan untuk meletakkannya pada tempat ini. Begitu pula Rasulullah menegaskan kepada para sahabat : letakkan ayat ini disini. (Moh. Ali ash shabunie:103)



e.    Pengumpulan al-qur’an dimasa Abu bakar

Setelah tugas-tugas Rasulullah lestari semuanya, baik yang berupa pelaksanaan risalahnya, penyampaian amanat, penerangan kepada semua umat dan pemberian petunjuk kepada manusia mengenai agama Allah yang lurus, beliau pergi menemui Allah SWT.
    Abu bakar adalah pemangku pertama jabatan khalifah ia menemui banyak lara dukanya yang hebat, gencatan yang dasyat dan problematika yang pelik dan musykil. Diantaranya ialah perang melawan orang-orang murtad yang terjadi dalam kaum muslimin sendiri, dan antara pengikut Musailamah si pendusta.
    Pada peristiwa perang Yamamah yang cukup mengejutkan inilah kaum muslimin dan menyulitkan Umar, ia datang menghadap Abu bakar yang sedang dicekam duka. Kemudian ia mengisyaratkan untuk menghimpun al-qur’an karena dikhawatirkan akan hilang,semula Abu bakar meragukan ide Umar, namun setelah Umar meneranglkan sivil efeknya ia pun dilapangkan Allah dadanya dan menerima ide tersebut.
    Sebagai langkah pertama ia mengutus Zaid bin stabit, dan memerintahkan untuk menghimpun al-qur’an dalam satu bentuk mushaf. Zaid pun semula meragukan perintah itu sebagai mana yang terjadi pada Abu bakar dan Umar sebelumnya, akhirnya Allah melapangkan jua hatinya.
    Lembaran yang tertulis itu ada pada Abu bakar, setela ia wafat diambil alih Umar, kemudian Hafsah putrinya setelah ia wafat. (Moh. Ali ash shabunie:103-106)


f.    Keistimewaan al-qur’an pada masa Abu bakar
Keistimewaan pengumulan al-qur’an pada masa Abu bakar antara lain:
1.    Pengumpulan pada masa ini dilakukan atas cara-cara pembahasan dan penelitian terdalam dan kokoh terhadap cara-cara pada metode pengumpulan
2.    Nasikh (penghapusan) terhadap bacaan ayat-ayat tertentu dihilangkan
3.    Dialek arab yang dipakai dalam pengumpulan ini berjumlah 7 dialek, sebagaimana yang juga tertulis pada kulit daun atau kulit unta pada masa Rasulullah.
4.    Urutan ayat-ayat al-qur’an dalam pengumpulan ini telah disepakati, sementara mengenai surat-suratnya terdapat perbedaan dikalangan ulama, apakah diurutkan pada masa ini ataukah pada masa Usman ra.
5.    Para ulama sepaka, bahwa al-qur’an ditulis satu naskah dalam pengumpulan ini dan disimpan oleh Abu bakar, karena kedudukannya sebagai pemimpin kaum muslimin.
6.    Suksesnya pengumpulan pada masa ini berkat adanya kesepakatan umat dan kemutawatirannya. (Dr.Fahdbin Abdurrahman ar-romi,1997:117-118) 

g.    Pengumpulan Al-qur’an dimasa Utsman
Latar belakang pengumpulan al-qur’an dimasa Ustman r.a adalah karena beberapa faktor lain yang berbeda dengan faktor yang ada pada masa Abu bakar. Daerah kekuasaan islam pada masa Ustman telah meluas, orang-orang islam telah terpencar diberbagai daerah dan kota. disetiap daerah telah populer bacaan sahabat yang mengajar mereka. penduduk Syam membaca al-qur’an mengikuti bacaan Ubay ibnu ka’ab, penduduk Kuffah mengikuti bacaan Abdullah ibnu mas’ud, dan sebagian yang lain mengikuti bacaan Aby musa al-asy’ari. Diantara mereka terdapat perbedaan tentang bunyi huruf,dan bentuk bacaan. Masalah ini membawa mereka kepada pintu pertikaian dan perpecahan sesamanya. Hampir satu sama lainnya saling kufur mengkufurkan karena berbeda pendapat dalam bacaan.
Karena latar belakang dari kejadian tersebut ustman dengan kehebatan pendapatnya dan kebenaran pandangannya ia berpendapat untuk melakukan tindakan preventif menambal pakaian sobek sebelum sebelum sobeknya meluas dan mencegah penyakit sebelum sulit mendapat pengobatannya. Ia mengumpulkan sahabat-sahabat yang terkemuka dan cerdik cendekiawan untuk bermusyawarah dalam menanggulangi fitnah (perpecahan) dan perselisihan. Mereka semua sependapat agar Amirul mu’minin menyalin dan memperbanyak mushaf kemudian mengirimkannya ke segenap daerah dan kota dan selanjutnya menginstruksikan agar orang-orang membakar mushaf yang lainnya sehingga tidak ada lagi jalan yang membawa kepada pertikaian dan perselisihan dalam hal bacaan al-qur’an.
Sahabat Ustman melaksanakan keputusan yang sungguh bijaksana tadi. Ia menugaskan kepada 4 orang sahabat pilihan, lagi pula hafalannya dapat diandalkan. Mereka tersebut adalah Zaid bin tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id ibnu al-ash, dan Abdurrahman ibnu hisyam. Mereka semua dari suku Quraisy golongan Muhajirin kecuali Zaid ibnu tsabit, dimana ia adalah dari kaum Anshor. Pelaksanaan gagasan yang mulia ini adalah pada tahun ke 204 hijrah. Ustman meminta kepada Hafsah binti Umar agar ia sudi menyerahkan mushaf yang ada padanya sebagai hasil dari jasa yang telah dikumpulkan Abu bakar, untuk ditulis dan diperbanyak. dan setelah selesai akan dikembalikan lagi, Hafsah mengabulkannya. (Mohammad aly ash shabuny,1996:94-95)

h.    Keistimewaan al-qur’an pada masa utsman

Keistimewaan pengumpulan al-qur’an pada periode Ustman antara lain:
1.    Adanya penyederhanaan  dialek dari tujuh dialek menjadi satu dialek .
2.    Mengembalikan bacaan yang telah dihapus
3.    Peringkasan terhadap apa yang ditetapkan pada “pemeriksaan terakhir” dan membuang selain hal tersebut.
4.    Peringkasan terhadap bacaan-bacaan yang telah kuat dan telah dikenal dari Rasulullah saw dan pembatalan hal-hal yang belum kuat.
5.    Susunan ayat dan surat sama seperti yang dikenal (saat ini)
(Dr.Fahdbin Abdurrahman ar-romi,1997:124)

i.    Perbedaan antara mushaf Abu bakar dan mushaf Ustman
Dari teks-teks diatas jelaslah bahwa pengumpulan (mushaf oleh) Abu bakar berbeda dengan pengumpulan yang dilakukan ustman dalam motif dan caranya. Motif Abu bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya qur’an karena banyaknya para huffaz yang gugur dalam peperangan yang banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif usman untuk mengumpulkan qur’an adalah karena banyaknya perbedaan dalam cara-cara membaca qur’an yang disaksikan sendiri di daerah-daerah dan mereka saling menyalahkan satu terhadap yang lain.
Pengumpulan al-qur’an yang dilakukan Abu bakar ialah memindahkan semua tulisan atau catatan qur’an yang semula bertebaran dikulit-kulit binatang, tulang belulang dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan satu surah-surahnya yang tersusun serta terbatas pada bacaan yang tidak dimansukh dan mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika qur’an itu turun.
Sedangkan pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya dalam satu huruf diantara ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya. Ibnut tin dan yang lain mengatakan: “ perbedaan antara pengumpulan Abu bakar dengan pengumpulan Usman ialah bahwa pengumpulan yang dilakukan Abu bakar disebabkan oleh kekhawatiran aan hilangnya sebagian qur’an karena kematian para penghafalnya, sebab ketika itu qur’an belum terkumpul disatu tempat. lalu Abu bakar mengumpulkannya dalam lembaran-lembaran dengan menertibkan ayat-ayat dan surahnya,sesuai dengan petunjuk Rasulullah kepada mereka. Sedang pengumpulan Usman disebabkan banyaknya perbedaan dalam hal qira’at, sehingga mereka membacanya menurut logat mereka masing-masing dengan bebas dan dan ini menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan. Karena khawatir akan menimbulkan bencana, Usman segera memerintahkan menyalin lembaran-lembaran itu kedalam satu mushaf dengan menertibkan atau menyusun surah-surahnya dan membatasinya hanya pada bahasa Quraisy saja dengan alasan bahwa qur’an diturunkan dengan bahasa mereka (quraisy), sekalipun pada mulanya memang diizinkan membacanya dengan bahasa selain quraisy guna menghindari kesulitan. (Mudzakir,2009:197-198)






















DAFTAR PUSTAKA

Mudzakir.studi ilmu-ilmu al-qur’an.Bogor:Pustaka Litera Antar Nusa,2009
Studi islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.Pengantar Studi Islam.Surabaya:Sunan Ampel Press,2010
Ash-Shabunie,Ali.Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.Surabaya:Al ikhlas,TT
Ar-Rumi,Fadh bin Abdirrahman.Ulumul Qur’an.Yogyakarta:Titian Ilahi Press,1997
IAIN Sunan Ampel Surabaya.Studi Al-Qur’an.Surabaya:IAIN Sunan Ampel Press,2011
Ash-Shabuny,Mohammad Ali.Pengantar Studi Al-Qur’an (At-Tibyan).Bandung:PT.Alma’arif,1996


   

No comments:

Post a Comment